Kata kebudayaan sering kita jumpai
dalam pembicaraan sehari-hari. Orang yang tidak sopan dianggap tidak berbudaya.
Candi Borobudur dianggap hasil kebudayaan bangsa Indonesia yang tinggi. Kedua
contoh tersebut menunjukkan bahwa manusia menghasilkan atau membentuk budaya.
Sepintas dapat diketahui bahwa kata budaya atau kebudayaan tidak terlepas dari
manusia sebagai aktornya. Bahasan ini penting dikemukakan untuk mengetahui
proses pembentukan budaya atau kebudayaan dalam kehidupan manusia. Ada 3 (tiga)
bahasan dalam bab ini yaitu : istilah dan wujud kebudayaan, antropologi budaya
dan hubungan antropologi dengan lingkungan budaya.
Istilah Kebudayaan
Kebudayaan dalam bahasa Inggris
yaitu “ culture”
berasal dari kata bahasa Latin “ colere
“ yang berarti bercocok tanam (cultivation). Pengertian cultura dapat juga
diartikan ibadah. Dalam bahasa Inggris Kata “ budaya “ dalam bahasa Indonesia
berasal dari kata Sansekerta “ buddhi
yaitu budi atau akal “ kemudian digabung menjadi budidaya yang berarti daya
dari budi. Akal budi atau hasil karya manusia.
Kita sering menjumpai istilah
kebudayaan dan peradaban. Apa perbedaan kebudayaan dan peradaban ? EB Tylor
dalam bukunya, Primitive Culture
(1871) menyatakan bahwa kultur dalam bahasa Jerman identik dengan “
civilization “ dalam bahasa Inggris. Civilization
memiliki arti “ peradaban “ yang merupakan lawan kata dari ‘ barbarity atau barbar “.
Penggunaan peradaban dimaksudkan untuk menunjukkan tingkatan yang lebih tinggi
dari suatu kebudayaan.
Wujud Kebudayaan
Ada beberapa ahli memberikan
pengertian dan wujud kebudayaan berbeda-beda. Tylor mendefisnisikan kebudayaan
sebagai pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hokum, moral, adat dan berbagai
kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. A.L.Kroeber dan
C.Kluckhohn (1952) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan pola tingkah
laku dan pola-pola bertingkah laku baik ekplisit dan implicit yang diturunkan
melalui symbol-simbol dan membentuk sesuatu yang khas dari kelompok-kelompok
manusia. Kluckhohn juga mengatakan bahwa setiap kebudayaan manusia mengnadung
unsure-unsur kebudayaan yang universal meliputi sistim organisasi sosial,
sistim mata pencaharian, sistim teknologi. Unsur-unusr tersebut mengadung 3
(tiga) wujud kebudayaan yaitu sistem budaya, sistim sosial dan sistim artifak.
Sedangkan J.J.Honigman (1954) membedakan fenomena kebudayaan ialah sistem budaya
(simtim nilai-nilai, gagasan-gagasan dan norma-norma), sistim sosial (kompleks
aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dan masyarakat) dan artifak atau
kebudayaan fisik.
Clifford Geertz dalam bukunya “ The Interpretation of Cultures
“ (1974) melihat bahwa kebudayaan adalah hasil pemaknaan bukan sekedar tingkat
laku manusia atau hubungan sebab akibat. Kebudayaan harus dipahami dalam
konteks ilmu antropologi yaitu pemaknaan manusia pada symbol-simbol. Dengan
demikian menurut Geertz, kebudayaan bukan sekedar “ tradisi “ yang dikerjakan
secara turun temurun “ seperti ritual hajatan, sunatan, dan sebagainya.
Pemahaman kebudayaan adalah bagaimana masyarakat melihat, merasakan dan
berpikir mengenai sesuatu yang ada di seklililingnya.
Lingkup Antropologi Budaya
: Manusia dan Kebudayaan
Kata antropologi merupakan
gabungan dua konsep, yaitu antropos yang berarti manusia dan logos ialah ilmu.
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aspek manusia. Meskipun banyak
ilmu yang mengkaji manusia, titik tekan kajian antropologi lebih pada sejarah
perkembangan manusia sebagai makhluk sosial serta warna-warni kebudayaan dalam
kehidupan masyarakat yang tersebar di muka bumi. Berbeda dengan sosiologi maka
antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia sebagai mahluk pribadi dalam
masyarakat. Perhatian antropologi ditujukan pada sifat-sifat manusia baik
fisik, cara produksi, tradisi dan nilai-nilai yang membuatnya berbeda dengan
masyarakat lainnya (Benedict, 1955 dalam Harsojo, 1988). Linton (1936)
mengatakan bahwa antropologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
manusia dengan segala tingkah lakunya. Kemudian antropologi berkembang menjadi
disiplin ilmu pengetahuan yang merupakan sintesa antara berbegai pengetahuan
mengenai manusia melalui wacana komparatif keragaman dan kebudayaan manusia.
Pada mulanya obyek kajian ilmu antropologi secara tradisional berasal dari
kajian terhadap kelompok-kelompok masyarakat kecil yang terasing dan terisolasi
dan sederhana. Pandangan ini didasarkan pada penelitian seperti Levi- Strauss,
Margareth Mead, Malinowski dan sebagainya. Namun kini antropologi kontemporer
telah merambah pada bidang-bidang lain seperti antropologi perkotaan,
kesehatan, ekonomi atau arsitektur. Sebagai contoh yang paling populer adalah
penelitian Oscar Lewis yang mengambil obyek perkampungan kumuh. Tesis Oscar
Lewis kemudian dikenal dengan the culture of proverty. Melalui kajian kasus
kasus pada masyarakat lokal, seorang antropolog harus berpikir mengenai
perbedaan dan persamaan masyarakat di seluruh dunia.
Di samping itu manusia selain
mahluk emosional juga mahluk rasional dan transcendental. Sebagai mahluk
rasional, manusia tidak henti-hentinya ingin mengetahui dan memahami seluruh
lingkungan alam dengan akal budinya. Rasionalitas tersebut telah mendorong
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada sisi transendetal, manusia
merasa sebagai “ ciptaan “ dari Sang Pencipta. Perasaan tersebut telah
mengarahkan manusia untuk mempercayai adanya kekuatan Adi Kodrati yang mengatur
dirinya. Alam semesta merupakan ciptaan Tuhan yang harus diatir untuk
mendapatkan kemaslahatan hubungan antar manusia serta manusia dengan Tuhannya.
Dari sudut antropologi, manusia
dapat ditinjau sebagai mahluk biologi maupun mahluk sosial budaya, keduanya
tidak terpisahkan sehingga harus dipelajari secara holistik. Dalam
perkembangannya, Harsojo membagi antropologi terbagi menjadi bermacam-macam
yaitu antropologi fisik, antropologi budaya, arkeologi prasejarah, antropologi
sosial dan antropologi psikologi (sebenarnya masih banyak lagi). Marzali (2005)
membagi antropologi murni dan terapan. Melalui antropologi terapan, dapat
dipelajari bagaimana antropologi memiliki manfaat langsung dalam kehidupan
manusia, sebagai contoh antropologi pembangunan. Dalam hal ini antropologi
budaya merupakan dasar dari antropologi pembangunan (pembangunan adalah wujud
dari proses kebudayaan atau hasil budi daya manusia).
Antropologi budaya adalah bagian
antropologi yang mempelajari kebudayaan, bagaimana manusia membentuk dan
mengembangkan kebudayaannya. Antropologi budaya mempelajari manusia dari
dimensi kebudayaan yang dibentuk dan dimilikinya antara lain menyangkut bahasa,
tulisan, kesenian, sistem pengetahuan, dan seluruh kehidupan manusia. Dalam
antropologi budaya, ruang lingkup kajian kebudayaan mencakup mitos, hukum,
arsitektur, seni, sistim sosial, adat istiadat dan sebagainya. Istilah
antropologi budaya mencakup pada bidang-bidang sebagaimana tersebut di atas.
Tujuan ilmu antropologi ada 2 (dua) yaitu : Etnologi mencakup ekplanasi,
komparasi, klasifikasi, sedangkan etnografi mencakup deskripsi. Masalah apa
yang dijawab antropologi adalah : (1) Mengapa terjadi keanekaragaman dalam
budaya. Untuk menjawab pertanyaan penelitian ini maka para ahli melakukan
kajian klasifiaksi dan komparasi baik secara sinkronis maupun diakronis. Dalam
hal ini digunakan dasar pemikiran evolusi kebudayaan, teori difusi dan teori
lainnya. (2) Bagaimana perbedaannya. Dalam rangka menjawab hal ini diperlukan
studi etnografi yang bersifat holistik, dalam hal ini teori yang lahir adalah
teori strukturalisme, teori tindakan dan sebagainya (3) Bagaimana hubungan
individu dengan masyarakat. Dalam hal ini dikembangkan teori mengenai
kepribadian.
Sebagai suatu ilmu maka,
antropologi budaya harus mengacu pada cirri-cinya yaitu bersifat rasional,
empiris, umum dan akumulatif. Muhadjir (2000) menambahkan bahwa ilmu selain
bersifat rasional, empiris juga bersifat transcendental.
Arah Studi Antropologi
Budaya
Marzali (2005) mnejelaskan bahwa
antropologi sebagai ilmu harus mampu memberikan sumbangan pemikiran dalam
menyelesaikan masalah-masalah mendasar yang dihadapi bangsa Indonesia sperti
masalah tekanan penduduk, kekurangan tanah pertanian dan kemiskinan. Dalam hal
ini penulis berpendapat bahwa masalah-masalah kontemporer yang dihadapi bangsa
kita sekarang seperti RUU Pornografi, kekebasan keyakinan beragama, pendidikan
nasional, korupsi, krisis pangan, krisis identitas dan sebagainya merupakan
masalah antropologi. Masalah ini tidak terlepas dari perkembangan budaya bangsa
yang pernah dijajah 350 tahun. Menarik sekali untuk disimak pernyataan Dr Hasan
Tiro mengenai perbedaan Aceh dengan wilayah lain di Indonesia yang mengkritik
konsep integralisme Soekarno. Menurut Soekarno, rasa senasib sepenanggungan
dalam penderitaan dalam penjajahan selama 350 tahun yang membuat bangsa
Indonesia merasa bersatu. Hasan Tiro melihat bahwa Aceh baru benar-benar
dijajah Belanda sejak awal abad 20. Menurutnya sulit untuk membandingkan satu
daerah dengan daerah lainnya tanpa melihat faktor sejarah kebudayaannya. Dalam
hal ini mentalitas yang terbentuk sangat berbeda, tanpa memahami antropologi
sebagai jendela untuk melihat manusia adalah individu bukan sekedar kelompok
sosial pemahaman tersebut akan sulit dilakukan. Merujuk uraian tersebut,
sejalan dengan apa yang dikemukakan Koentjaraningrat (1969 dalam Marzali, 2005)
bahwa diperlukan ilmu antropologi yang bisa meneliti dan menganalisis
faktor-faktor sosio cultural yang berhubungan dengan usaha pembangunan ..
Antropologi budaya merupakan
landasan cara berpikir saat ahli hokum menyusun dan merumuskan suatu produk
hukum, seorang hakim menentukan keputusan, seorang ahli lingkungan memutuskan
cara mengkonservasi hutan lindung karena “ produk “ baik dalam wujud artifak
maupun sistim sosial tidak terlepas dari tujuan untuk “ mengatur manusia “ pada
sistim yang lebih baik. Ada baiknya kita menyimak kata Winston Churchill,
perdana menteri Inggris yang membawa kemenangan Inggris di Perang Dunia II. “
Kita membentuk ruang, dan ruang membentuk kita”.
Konsekuensi dari hal tersebut
adalah bahwa budaya ditujukan untuk memberi manfaat terbaik, meningkatkan
martabat manusia, serta mempertahankan hubungan yang baik antara manusia dengan
lingkungannya. Dengan demikian maka antropologi budaya harus berani menilai
mana yang lebih baik dan mana yang harus ditinggalkan. Tidak semua yang lama
bermakna baik, sebaliknya tidak semua yang baru juga baik. Dalam hal ini perlu
penilaian nilai-nilai universalnya namun juga harus dilihat secara kontekstual
(lingkungan). Sebagai contoh “ gotong royong “ dikenal sebagai suatu
nilai-nilai kebersamaan yang berlaku pada seluruh bangsa di tanah air kita
terutama pada masyarakat desa. Namun perlu dipertanyakan, apakah nilai-nilai
tersebut masih berlaku di desa yang telah mengalami proses modernisasi begitu
dahsyat seperti adanya industrialisasi, sawah-sawah telah hilang, rumah-rumah
asli telah hilang dan mata air telah dibeli perusahaan air minum kemasan. Kita
tahu bahwa proses gotong royong bukan sekedar rekaman gagasan yang diteruskan
secara turun temurun namun suatu hasil olah budi masyarakat berinteraksi dengan
lingkungan. Ketika masyarakat dan lingkungannya berubah, apakah nilai-nilai
tersebut tidak jugfa berubah ? Bisa dipahami mengapa suku Naga di Tasikmalaya
mempertahankan sistim permukiman dari teknologi adalah mereka supaya proses
pemeliharaan tradisi dan nilai-nilai dapat tetap berlangsung. Bila saja
teknologi masuk, warga pendatang secara permanen memasuki wilayah mereka
dipastikan sendi-sendi tradisi mereka akan segera berubah. Sebaliknya kita juga
melihat bahwa proses permukiman saudara-saudara kita masyarakat terasing,
melalui pembangunan rumah-rumah bagi pemerintah dimaksudkan agar mereka
menghilangkan kebiasaan “ mengembara “. Terkandung maksud proses untuk
memukimkan suku-suku tersebut untuk menghilangkan kebiasaan yang berlangsung
secara turun temurun. Dalam konteks tersebut peran budaya sangat penting untuk
mengarahkan bagaimana manusia hidup.
Hubungan Manusia Dengan
Lingkungan Budaya
Berbagai perilaku manusia dicoba
dipahami dengan kaidah-kaidah alam. Ekologi adalah ilmu yang mengembangkan
pengetahuan hubungan atau interaksi manusia dengan lingkungannnya. Adapun yang
dimaksud lingkungan adalah lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Pandangan
terpenting dalam ekologi adalah “ lingkungan mempengaruhi manusia”. Semenjak
Charles Darwin dalam bukunya “ Origin of Species “ mengemukakan prinsip-prinsip
evolusi yang menggemparkan tersebut, prinsip evolusi diterima sebagai cara
untuk mnejelaskan perkembangan dan proses penyesuaian manusia baik secara fisik
maupun sosial. Penerapan asas-asas ekologi untuk mengungkapkan kebudayaan
manusia tidak semuanya dapat diterima. Namun demikian banyak di antaranya
memberikan sumbangan berarti bagi pemahaman kebudayaan manusia. Prinsip prinsip
penting dalam ekologi yang dibahas disini adalah evolusi dan adaptasi. Keduanya
menyangkut proses perkembangan yang bersifat meningkat sempurna dan cara
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Evolusi manusia sekalipun tidak
terlepas keberadaan manusia namun juga perlu dibedakan dengan “ kelebihan lain
sebagai homo sapiens dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya yaitu memiliki
akal budi yang menghasilkan “ kebudayaan”. Proses evolusi manusia bertumpu pada
kebudayaan lebih dari pada sekedar evolusi secara biologis. Kebudayaan dalam
hal ini memegang peranan penting dalam berinteraksi serta proses perkembangan
manusia. Wujud artifak yang dimiliki manusia seperti kendaraan, alat-alat dan
teknologi menunjukkan kemampuan manusia beradaptasi manusia dengan
lingkungannya. Sekalipun tidak dapat diingkari manusia beradaptasi secara
fisiologis seperti bangsa Eskimo di Kutub Utara namun harus diingat pula rumah
khas mereka “ Iglo “ adalah wujud budaya mereka untuk bertahan dari cuaca
dingin yang sangat ekstrim. Kompetisi manusia sebagai individu atau kelompok
sangat bergantung pada kemampuan budayanya.
Seperti dijelaskan di atas, dalam
konteks hubungan dengan lingkungannya manusia menggunakan kebudayaan.
Kebudayaan dalam hal ini dianggap sebagai sistim budaya yang membentuk tingkah
laku seseorang atau kelompok dalam suatu ekosistem. Adaptasi adalah suatu
proses interaksi dalam bentuk respon penyesuaian dengan lingkungannya.Proses
tersebut dimulai dari wujud paling sederhana seperti meramu, berburu hingga
bercocok tanam dan membangun pabrik-pabrik adalh penyesuaian terhadap
lingkungan. Proses adaptasi ini telah menghasilkan keseimbangan yang sangat
dinamis (bandingkan dengan keseimbangan alamiah) dengan manusia sebagai
aktornya. Hal ini menunjukkan bahwa adaptasi juga merupakan suatu proses
evolusionistik, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam mempelajari manusia
harus dilihat dari perannya sebagai pembentuk dan pelaku budaya. Dalam
pengertian kebudayaan, Julian H Steward (1955) pertama kali mengemukakan
pendekatan ekologi budaya. Dalam bab mendatang, mengenai manusia akan
dijelaskan mengenai prinsip-prinsip ini.
Kesimpulan
Bagian ini telah menjelaskan
mengenai ruang lingkup antropologi budaya. Arah antropologi budaya adalah
mempelajari bagaimana manusia sebagai mahluk kebudayaan. Tatanan dalam
masyarakat adalah wujud interaksi budaya antar manusia. Proses evolusi dan
adaptasi merupakan prinsip-prinsip ekologi yang diadopsi untuk menjelaskan
bagaimana manusia dan kebudayaannya terbentuk dan berkembang. Dengan demikian
antropologi budaya penting sebagai ilmu yang dapat menjadi dasar-dasar berbagai
upaya manusia membentuk atau berproduksi maupun bereproduksi dalam kehidupannya.
Melalui dasar pengetahuan ini kita melihat bahwa sesungguhnya hasil budaya
manusia termasuk “ peraturan, perundangan-undangan atau adat istiadat “
sesungguhnya tidak sunyi dari nilai-nilai manusia sendiri, bagaimana
pandangannya cara berinteraksi, mengatasi keterbatasan lingkungan dan mencapai
kesejahteraan.
Pada materi ini penulis
menyisipkan dua (2) artikel tentang masalah Borobudur dan permukiman yang
aktual, untuk mengasah kepekaan mahasiswa memahami masalah tersebut dari
pandangan antropologi budaya.
sumber :
http://sukawayang.wordpress.com/2009/02/03/bab-i/
MANUSIA DALAM DIMENSI KEBUDAYAAN
Unknown
●
Sabtu, 30 November 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Blogger templates
Lencana Facebook
Twitter Badge
Pengikut
Popular Posts
-
A. Pengertian sastra Secara etimologis kata sastra berasal dari bahasa sansekerta, dibentuk dari akar kata sas- yang berarti mengarah...
-
A. Pendahuluan Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendi...
-
A. Pengertian Masyarakat Multikultural Di Indonesia, konsep tentang multikulturalisme telah lama diperbincangkan oleh para tok...
-
1. Pengertian konflik Konflik adalah suatu pertentanngan yang terjadi antara dua pihak dan masing-masing berusaha mempertahankan hi...
-
1. Pengertian Dinamika kelompok sosial dapat didefinisikan sebagai proses perubahan dan perkembangan akibat adanya interaksi dan ...
-
1. Kelompok Sosial Pengertian Kelompok Sosial Kelompok sosial adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai hubungan dan saling beri...
-
A. Modernisasi Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspe...
-
1. BENTUK PERUBAHAN · Berdasarkan Kecepatan ü evolusi (lambat) : terjadi karena usaha-usaha masyarakat dalam menyes...
-
1. Zaman Batu dan Logam Indonesia adalah bangsa yang besar dengan sejarah kebudayaan yang sangat panjang. Menurut hasil temuan-te...
-
Menurut konsep tentang evolusi secara universal mengatakan. Bahwa masyarakat manusia berkembang secara lambat ( berevolusi ) dari tingkat-...
Blog Archive
-
▼
2013
(15)
-
▼
November
(15)
- PENDIDIKAN PSIKOLOGI
- SASTRA DAN SENI
- MANUSIA DALAM DIMENSI KEBUDAYAAN
- SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA
- EKONOMI DAN MANAJEMEN
- MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI INDONESIA
- DINAMIKA KELOMPOK SOSIAL
- KELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL
- KONFLIK SOSIAL
- MOBILITAS SOSIAL
- STRUKTUR SOSIAL
- SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI
- PERILAKU MASYARAKAT DALAM PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA ...
- ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA
- PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA PADA MASYARAKAT
-
▼
November
(15)
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar